Sabtu, 21 Agustus 2010

faktor anaksulit konsentrasi

Ananda (36), paling sering uring-uringan melihat tingkah putrinya, Sisil (12). Betapa tidak, murid kelas 1 SMP ini kerap kali melakukan kesalahan yang terus berulang di mata Amanda. Beberapa kali Sisil tidak membawa kembali baju olahraga. Dia juga kerap lupa membawa kembali tas berenang dan sudah terjadi puluhan kali.

Hal yang paling membuat Amanda kesal adalah seminggu lalu ketika Sisil datang dari sekolah, ia memakai sepatu kiri dan sepatu kanan berbeda. Anehnya, Sisil tidak menyadari kesalahan itu. Di mata Amanda, keadaan ini sudah benar-benar parah. Seharusnya, anak seusia Sisil sudah tidak melakukan kekeliruan seperti itu.

Apalagi setiap Amanda menanyakan kepada Sisil soal keteledorannya itu, Sisil selalu ngotot dan mengatakan sudah membawa dan menaruhnya di mobil. Namun, bisa juga alasannya lupa dan tidak sengaja. Kalau Amanda berkata dengan nada marah, Sisil menangis dan cemberut.

Setelah kejadian itu, Amanda tidak tega dan pasti membelikan lagi peralatan yang hilang itu. Belum tuntas kekesalan Amanda, Sisil sudah melakukan hal yang membuat ibu muda itu lebih kesal lagi. Berikutnya, Sisil tidak ikut bimbingan belajar, tetapi malah pergi makan mi kuah ke sekolah. "Sopir bilang diancam sama Sisil untuk tidak bilang sama saya, dan tentu saja saya marah sama Sisil," tandas Amanda.



Beberapa Faktor

Apa yang dialami Amanda mungkin juga dialami oleh ibu-ibu lainnya. Menurut praktisi emotional intelligence parenting Hanny Muchtar Darta, keadaan seperti di atas pada umumnya sering terjadi dan berdasarkan pengamatannya, hal itu terjadi pada keluarga di kalangan menengah atas.

Umumnya kejadian itu disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena banyaknya pembantu di rumah yang menghambat kemandirian anak sehingga segalanya telah dipersiapkan, gaya pengasuhan yang permisif, dan stres yang disebabkan emosi negatif sehingga membuat anak tidak konsentrasi.

Biasanya juga, anak stres karena emosi negatif yang tidak diekspresikan karena perasaan takut. Selain itu bisa karena beban pelajaran di sekolah, ditambah dengan les yang banyak untuk mengembangkan kecerdasan ganda anak atau multiple intelligence anak, mulai dari les bahasa, matematika, musik, hingga taekwondo.

"Alasan anak-anak menjadi sulit konsentrasi karena banyak faktor penyebab. Di antaranya pendekatan negatif dari pola asuh yang fokus pada masalah dan bukan fokus pada keinginan terbaik dengan menggunakan gaya bahasa negatif. Misalnya marah-marah saat anak terlihat tidak semangat belajar sehingga nilainya tidak baik," ujar Hanny.

Dikatakan, hasil penelitian di Amerika yang dilakukan Task Force for Personal and Social Responsibilities bahwa setiap harinya orang mendengar 432 kata atau kalimat negatif dan hanya mendengar 32 kata atau kalimat positif. Sebanyak 80% kata-kata itu menyakitkan sehingga membuat orang sulit untuk bangkit dan hanya sekitar 20% tahan terhadap pendekatan negatif itu tanpa memberikan dampak psikologis. "Dapat disimpulkan, sangat penting untuk berkomunikasi secara positif dengan anak-anak kita," katanya.



Lebih Besar

Menurut Elizabeth Hartley dan Brewer dalam buku "Happy Children Through Positive Parenting 2005", gaya bahasa negatif tidak saja membuat anak stres, tetapi dampaknya lebih besar daripada yang kita bayangkan. Gaya bahasa negatif bisa memengaruhi perkembangan anak secara negatif sehingga menghambat anak-anak untuk meraih segala potensi yang ada pada dirinya. Gaya bahasa negatif menyebabkan put down. Put down meliputi rasa direndahkan martabatnya, anak merasa kecil dan tidak penting, anak merasa tidak mampu, juga anak merasa jauh dari orangtuanya.

"Demikian besarnya dampak gaya bahasa negatif terhadap perkembangan anak dan juga kita sebagai orangtua karena semakin banyak menggunakan kata negatif akan merasakan emosi negatif pula," katanya.

Sementara Eric Robins MD mengatakan, 85% penyakit medis disebabkan emosi negatif. Tentunya gaya bahasa negatif yang menyebabkan orang merasakan emosi negatif salah satu faktor penyebab tidak sehatnya hubungan antara orangtua dan anak karena anak merasa tidak nyaman dan merasa ada jarak dengan orangtuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar