Senin, 07 Februari 2011

runtuhnya khilafah Turki Utsmania

Ada begitu banyak analisa para pemikir dan pengamat
tentang sebab-sebab jatuhnya khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924. Baik yang
bersifat lebih teknis maupun sebab-sebab yang bersifat lebih umum.
Sebab-sebab secara teknis kita serahkan kepada para
ahli sejarah, terutama sejarah Turki sendiri. Sedangkan yang akan kita bahas di
sini adalah sebab-sebab secara umumnya saja.
A. Sebab Ekternal
Sudah kita ketahui bersama bahwa Khilafah Turki
Utsmani kalah pada perang dunia pertama. Sebagai negara yang kalah perang, maka
negeri itu dengan mudah ditindas, dirampok dan juga diperebutkan wilyahnya oleh
para pemangsa dan lawan-lawannya.
Sampai terjadi penghinaan yang begitu besar, di
mana bangsa Turki yang secara geografis memang penduduk Eropa dilecehkan dengan
ungkapan The Sickman in Europe. Bahkan kata turkey dalam ungkapan
mereka merupakan pelecehan, yang artinya ayam kalkun.
Pahlawan dan tokoh muslim Turki pu tidak luput dari
penghinaan. Salah satunya adalah Barbarossa si Janggut Merah. Di dalam cerita
Asterik, tokoh Barbarosssa muncul sebagai bajak laut yang bodoh. Padahal beliau
adalah pahlawan Islam di masanya dan pelaut kafir Eropa sangat takut dengan
angkatan perangnya.
B. Sebab Internal
Penjajahan barat terhadap Turki semakin menusuk
tatkala mereka berhasil meraih generasi muda Turki dengan pendidikan ala barat.
Tentu saja semua itu untuk mendapatkan satu tujuan, yaitu sekulerisasi selapis
generasi. Maka lahirlah kemudian generasi baru yang anti Islam, Islamo-phobia,
sekuler, liberal dan berotak barat.
Mereka inilah yang kemudian didukung oleh Eropa
untuk menumbangkan lembaga khilafah Islamiyah. Tercatat tokohnya adalah Mustafa
Kemal Ataturk yang terlaknat. Sosok ini telah berhasil menumbangkan khilafah
pada tahun 1924 lewat gerakan Turki Muda.
Sayangnya, hujaman belati mematikan ini justru
masuk ke dalam pelajaran sejarah di negeri kita sebagai kebangkitan, bukan
sebagai kejahatan. Rupanya, jaring-jaring kerja bangsa-bangsa kafir itu
sedemikian luas, sehingga sosok Kemal Ataturk yang zhalim itu, justru muncul
dalam buku sejarah kita sebagai pahlawan.
Padahal Kemal telah melakukan dosa yang bahkan
Iblis pun tidak pernah melakukannya. Yaitu menumbangkan satu rangkaian khilafah
Islamiyah yang terakhir. Padahal belum pernah sebelumnya umat Islam di dunia
hidup tanpa naungan khilafah.
Sebab khilafah sudah ada sejak zaman Rasululullah
SAW hidup, yakni sejak 15 abad yang lalu. Selama itu, umat Islam belum pernah
hidup tanpa ada khilafah. Iblis dan para jin tidak pernah mampu menumbangkannya.
Tiba-tiba seorang sekuleris yang nota bene agamanya masih Islam, malah
menumbangkannya. Walhasil, sejak jatuhnya khilafah Turki, umat Islam masuk dalam
bid’ah kubro. Sebuah bid’ah teramat besar yang melebihi semua jenis bid’ah
yang pernah ada. Dan tentunya sangat dibenci dan dimurkai. Sebuah bid’ah berupa
umat Islam hidup tanpa naungan khilafah.
Urutan Khilafah Sepanjang Sejarah Islam
Dengan wafatnya Rasulullah SAW pada tahun 623 M,
umat Islam segera membaiat Abu Bakar ra sebagai pengganti beliau. Istilah
pengganti ini dalam bahasa Arab adalah khalifah. Lengkapnya, khalifatu
rasulillah atau pengganti Rasulullah. Maksudnya bukan menggantikan posisi
kenabian Muhammad SAW, melainkan posisi beliau SAW sebagai pemimpin tertinggi
umat Islam. Sebab nabi kita itu selain sebagi nabi, juga berperan sebagai
pemimpin tertinggi umat Islam.
Selain itu, ada juga sebutan lain buat posisi
tertinggi umat Islam sedunia, yaitu istilah Amirul Mukminin. Artinya
adalah pemimpin umat Islam.
1. Khilafah Rasyidah
Khilafah Rasidah berdiri tepat di hari wafatnya
Rasululllah SAW. Terdiri dari 4 orang atau 5 orang shahabat nabi yang menjadi
khalifah secara bergantian. Mereka adalah:
  1. Abu Bakar ash-Shiddiq ra {tahun
    11-13 H/632-634 M}
  2. ‘Umar bin Khaththab ra {tahun
    13-23 H/634-644 M}
  3. ‘Utsman bin ‘Affan ra {tahun
    23-35 H/644-656 M}
  4. ‘Ali bin Abi Thalib ra {tahun
    35-40 H/656-661 M} dan
  5. Al-Hasan bin ‘Ali ra {tahun
    40 H/661 M}
Masa berlakunya selama kurang lebih 30 tahun.
Disebut juga sebagai khilafah rasyidah karena posisi mereka sebagai shahabat
nabi yang mendapat petunjuk. Dan memang ada pesan dari nabi untuk mentaati para
khalifah rasyidah ini.
2. Khilafah Bani Umayyah
Khilafah ini berpusat di Syiria, tepatnya di kota
Damaskus. Berdiri untuk masa waktu sekitar 90 tahun atau tepatnya 89 tahun,
setelah era khulafa ar-rasyidin selesai. Khalifah pertama adalah Mu’awiyyah.
Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam.
Adapun masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
  1. Mu’awiyyah bin Abi Sufyan {tahun
    40-64 H/661-680 M}
  2. Yazid bin Mu’awiyah {tahun
    61-64 H/680-683 M}
  3. Mu’awiyah bin Yazid {tahun
    64-65 H/683-684 M}
  4. Marwan bin Hakam {tahun
    65-66 H/684-685 M}
  5. Abdul Malik bin Marwan {tahun
    66-86 H/685-705 M}
  6. Walid bin ‘Abdul Malik {tahun
    86-97 H/705-715 M}
  7. Sulaiman bin ‘Abdul Malik {tahun
    97-99 H/715-717 M}
  8. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz {tahun
    99-102 H/717-720 M}
  9. Yazid bin ‘Abdul Malik {tahun
    102-106 H/720-724M}
  10. Hisyam bin Abdul Malik {tahun
    106-126 H/724-743 M}
  11. Walid bin Yazid {tahun 126
    H/744 M}
  12. Yazid bin Walid {tahun 127
    H/744 M}
  13. Ibrahim bin Walid {tahun 127
    H/744 M}
  14. Marwan bin Muhammad {tahun
    127-133 H/744-750 M}
Sebenarnya khilafah Bani Ummayah ini punya
perpanjangan silsilah, sebab satu dari keturunan mereka ada yang menyeberang ke
semenanjung Iberia dan masuk ke Spanyol. Di Spanyol mereka kemudian mendirikan
khilafah tersendiri yang terlepas dari khilafah besar Bani Abbasiyah.
3. Khilfah Bani Abbasiyah
Kemudian kekhilafahan beralih ke tangan Bani ‘Abasiyah
yang berpusat di Baghdad. Total masa berlaku khilafah ini sekitar 446 tahun.
Khalifah pertama adalah Abu al-’Abbas al-Safaah. Sedangkan khalifah terakhirnya
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah.
Secara rinci masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
  1. Abul ‘Abbas al-Safaah {tahun
    133-137 H/750-754 M}
  2. Abu Ja’far al-Manshur {tahun
    137-159 H/754-775 M}
  3. Al-Mahdi {tahun 159-169
    H/775-785 M}
  4. Al-Hadi {tahun 169-170
    H/785-786 M}
  5. Harun al-Rasyid {tahun
    170-194 H/786-809 M}
  6. Al-Amiin {tahun 194-198
    H/809-813 M}
  7. Al-Ma’mun {tahun 198-217
    H/813-833 M}
  8. Al-Mu’tashim Billah {tahun
    618-228 H/833-842M}
  9. Al-Watsiq Billah {tahun
    228-232 H/842-847 M}
  10. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah {tahun
    232-247 H/847-861 M}
  11. Al-Muntashir Billah {tahun
    247-248 H/861-862 M}
  12. Al-Musta’in Billah {tahun
    248-252 H/862-866 M}
  13. Al-Mu’taz Billah {tahun
    252-256 H/866-869 M}
  14. Al-Muhtadi Billah {tahun
    256-257 H/869-870 M}
  15. Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah {tahun
    257-279 H/870-892 M}
  16. Al-Mu’tadla Billah {tahun
    279-290 H/892-902 M}
  17. Al-Muktafi Billah {tahun
    290-296 H/902-908 M}
  18. Al-Muqtadir Billah {tahun
    296-320 H/908-932 M}
  19. Al-Qahir Billah {tahun
    320-323 H/932-934 M}
  20. Al-Radli Billah {tahun
    323-329 H/934-940 M}
  21. Al-Muttaqi Lillah {tahun
    329-333 H/940-944 M}
  22. Al-Musaktafi al-Allah {tahun
    333-335 H/944-946 M}
  23. Al-Muthi’ Lillah {tahun
    335-364 H/946-974 M}
  24. Al-Tha`i’ Lillah {tahun
    364-381 H/974-991 M}
  25. Al-Qadir Billah {tahun
    381-423 H/991-1031 M}
  26. Al-Qa`im Bi Amrillah {tahun
    423-468 H/1031-1075 M}
  27. Al-Mu’tadi Bi Amrillah {tahun
    468-487 H/1075-1094 M}
  28. Al-Mustadhhir Billah {tahun
    487-512 H/1094-1118 M}
  29. Al-Mustarsyid Billah {tahun
    512-530 H/1118-1135 M}
  30. Al-Rasyid Billah {tahun
    530-531 H/1135-1136 M}
  31. Al-Muqtafi Liamrillah {tahun
    531-555 H/1136-1160 M}
  32. Al-Mustanjid Billah {tahun
    555-566 H/1160-1170 M}
  33. Al-Mustadli`u Biamrillah {tahun
    566-576 H/1170-1180 M}
  34. Al-Naashir Lidinillah {tahun
    576-622 H/1180-1225 M}
  35. Al-Dhahir Biamrillah {tahun
    622-623 H/1225-1226 M}
  36. Al-Mustanshir Billah {tahun
    623-640 H/1226-1242 M}
  37. Al-Musta’shim Billah {tahun
    640-656 H/1242-1258 M}
  38. Al-Mustanshir Billah II {tahun
    660-661 H/1261-1262 M}
  39. Al-Haakim Biamrillah I {tahun
    661-701 H/1262-1302 M}
  40. Al-Mustakfi Billah I {tahun
    701-732 H/1302-1334 M}
  41. Al-Watsiq Billah I {tahun
    732-742 H/1334-1343 M}
  42. Al-Haakim Biamrillah II {tahun
    742-753 H/1343-1354 M}
  43. Al-Mu’tadlid Billah I
  44. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah I
  45. Al-Watsir Billah II {tahun
    785-788 H/1386-1389 M}
  46. Al-Musta’shim {tahun 788-791
    H/1389-1392 M}
  47. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah
    II
  48. Al-Musta’in Billah {tahun
    808-815 H/1409-1416 M}
  49. Al-Mu’tadlid Billah II {tahun
    815-845 H/1416- 1446 M}
  50. Al-Mustakfi Billah II {tahun
    845-854 H/1446-1455 M}
  51. Al-Qa`im Biamrillah {tahun
    754-859 H/1455-1460 M}
  52. Al-Mustanjid Billah {tahun
    859-884 H/1460-1485 M}
  53. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah
    III
  54. Al-Mutamasik Billah {tahun
    893-914 H/1494-1515 M}
  55. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah
    IV
Khilafah Bani Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan
Tartar , sehingga umat Islam sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa adanya
khalifah. Namun kurun waktnya hanya terpaut 3 tahun setengah saja dan segera
berdiri khilafah Utsmaniyah.
4. Khilafah Bani Utsmaniyyah
Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki30 orang
khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas
Masehi. Nama-nama mereka sebagai berikut:
  1. Salim I {tahun 918-926
    H/1517-1520 M}
  2. Sulaiman al-Qanuni {tahun
    926-974 H/1520-1566 M}
  3. Salim II {tahun 974-982
    H/1566-1574 M}
  4. Murad III {tahun 982-1003
    H/1574-1595 M}
  5. Muhammad III {tahun
    1003-1012 H/1595-1603 M}
  6. Ahmad I {tahun 1012-1026
    H/1603-1617 M}
  7. Mushthafa I {tahun 1026-1027
    H/1617-1618 M}
  8. ‘Utsman II {tahun 1027-1031
    H/1618-1622 M}
  9. Mushthafa I {tahun 1031-1032
    H/1622-1623 M}
  10. Murad IV {tahun 1032-1049
    H/1623-1640 M}
  11. Ibrahim I {tahun 1049-1058
    H/1640-1648 M}
  12. Muhammad IV {tahun 1058-1099
    H/1648-1687 M}
  13. Sulaiman II {tahun 1099-1102
    H/1687-1691 M}
  14. Ahmad II {tahun 1102-1106
    H/1691-1695 M}
  15. Mushthafa II {tahun
    1106-1115 H/1695-1703 M}
  16. Ahmad III {tahun 1115-1143
    H/1703-1730 M}
  17. Mahmud I {tahun 1143-1168
    H/1730-1754 M}
  18. ‘Utsman III {tahun 1168-1171
    H/1754-1757 M}
  19. Musthafa III {tahun
    1171-1187 H/1757-1774 M}
  20. ‘Abdul Hamid I {tahun
    1187-1203 H/1774-1789 M}
  21. Salim III {tahun 1203-1222
    H/1789-1807 M}
  22. Musthafa IV {tahun 1222-1223
    H/1807-1808 M}
  23. Mahmud II {tahun 1223-1255
    H/1808-1839 M}
  24. ‘Abdul Majid I {tahun 1255
    H-1277 H/1839-1861 M}
  25. ‘Abdul ‘Aziz I {tahun
    1277-1293 H/1861-1876 M}
  26. Murad V {tahun 1293-1293
    H/1876-1876 M}
  27. ‘Abdul Hamid II {tahun
    1293-1328 H/1876-1909 M}
  28. Muhammad Risyad V {tahun
    1328-1338 H/1909-1918 M}
  29. Muhammad Wahiddin {th.
    1338-1340 H/1918-1922 M}
  30. ‘Abdul Majid II {tahun
    1340-1342 H/1922-1924 M}.
Khalifah terakhir umat Islam sedunia adalah ‘Abdul
Majid II. Semenjak tumbangnya khilafah terakhir ini, berarti umat Islam telah
hidup lebih dari selama tanpa keberadaan lembaga yang
menyatukan.
Kepastian Kembalinya Khilafah
Lepas dari realitas di lapangan yang kurang
menggembirakan, di mana umat Islam saat in menjadi budak barat, kekayaan alam
mereka dijarah, ekonomi mereka terpuruk, nilai mata uang mereka sangat rendah,
hutang luar negeri merekabertumpuk tak terbayar, pemuda mereka dirusak, wanita
mereka menjadi hamba syahwat, bahkan masih ditambah lagi dengan rombongan Islam
liberal dan sebagainya, namunmasih ada harapan.
Kita masih menemukan satu hadits dari Rasulullah
SAW yang cukup melegakan, yaitu kabar gembira dari beliau bahwa suatu saat,
khilafah ini akan kembali terbentuk, bahkan dengan kualitasnya yang rasyidah itu.
Sabda Rasulullah saw, Kemudian
akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi”.
Namun tentunya khilafah ini tidak akan terbentuk
begitu saja, bila hanya dengan doa dan diam saja. Atau hanya dengan bicara dan
demonstrasi saja. Setiap umat Islam meski bersinergi untuk saling menguatkan dan
saling menyokong semua upaya untuk kembali kepada khilafah Islamiyah.
Sebab setiap elemen umat punya potensi yang mungkin
tidak dimiliki oleh saudaranya. Maka seruan untuk kembali kepada khilafah
seharusnya bukan sekedar lips service, namun harus diiringi dengan kerja
nyata, pembinaan dan pengkaderan 1,5 milyar umat, pendirian lembaga pendidikan
dan sekian banyak pos-pos penting umat. Lantas diiringi juga dengan kebesaran
hati, keterbukaan sikap serta jiwa kepemimpinan dunia Islam yang mumpuni.
Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita
untuk dapat menyaksikan beridirnya khilafah Islamiyah semasa kita hidup. Sungguh
sebuah kepuasan yang dimpikan oleh dunia Islam selama ini. Amien.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi warabaraktuh.

Kamis, 04 November 2010

perubahan sosial

Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[1][2]

Pengertian

Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut : [3]
  1. Kingsley Davis: perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat[1]
  2. William F. Ogburn: perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.[1]
  3. Mac Iver: perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.[1]
  4. Gillin dan Gillin: perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.[1]

Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain:[4]
  1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
  2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
  3. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
  4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.

Bentuk-bentuk

Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi

Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi. [1]

Perubahan evolusi

Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan.[5] Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.[1] Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu.[1] Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.
Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu[6]:
  • Unilinier Theories of Evolution: menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna.
  • Universal Theory of Evolution: menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.
  • Multilined Theories of Evolution: menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.

Perubahan revolusi

Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya.[7] Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat.[7] Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.[7]
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat.[1] Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain adalah[1]:
  • Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.[1]
  • Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.[1]
  • Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.[1]
  • Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.[1]
  • Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi apat gagal.[1]

Perubahan direncanakan dan tidak direncanakan

Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.[1][8] Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.[1] Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan [[pengawasan agent of change.[1] Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki. Misalnya, untuk mengurangi angka kematian]] anak-anak akibat polio, pemerintah mengadakan gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)atau untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB).[1]

Perubahan yang tidak direncanakan

Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.[1] Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat.[1] Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi.[1] Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir dikarenakan pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.[1] Sebagai akibatnya, banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang mengharuskan para warganya mencari permukiman baru.[1]

Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil

Apa yang dimaksud dengan perubahan-perubahan tersebut dapat kamu ikuti penjabarannya berikut ini[1].

Perubahan berpengaruh besar

Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya per- ubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat.[1] Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi.[1] Pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.[1]

Perubahan berpengaruh kecil

Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan- perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.[1] Contoh, perubahan mode pakaian dan mode rambut. Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan.[1]

Notes

  1. Abdulsyani, 1992, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara. Hlm. 10-36
  2. Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi, 1974, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hlm. 23
  3. Hooguelt, Ankle MM, 1995 Sosiologi Sedang Berkembang, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Hlm. 56
  4. Robert M.Z. Lawang,1985. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi Modul 4–6, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. Hlm. 79
  5. Andrian, Charles F, 1992, Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana. Hlm. 34
  6. Soekanto, Soerjono, 1987, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Press. Hlm.18
  7. Susanto, Astrid, 1985, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung, Bina Cipta. Hlm. 28
  8. Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi,. Ibid. Hlm. 25

Rabu, 03 November 2010

sosiologi

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Sejarah istilah sosiologi

Potret Auguste Comte.
  • 1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.[rujukan?]
  • Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
  • Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

Pokok bahasan sosiologi

Pokok bahasan sosiolgi ada empat: 1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.[rujukan?]
Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).
2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.[rujukan?]
Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.
3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah persmasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.
Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
4. Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.[1]
  • Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
  • Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
  • Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
  • Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.[2]
  • Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
  • Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
  • Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
  • Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

Objek Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]
Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.
Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Ruang Lingkup Kajian Sosiologi

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.[4] Misalnya seorang sosiologi mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya.[5] Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:[6]
  • Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam;
  • Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;
  • Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.
Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.
Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

[sunting] Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas
Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.
Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :
  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Referensi

  1. ^ William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20
  2. ^ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5
  3. ^ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10
  4. ^ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25
  5. ^ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19
  6. ^ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28

Rabu, 29 September 2010

metode pengesuhan anak

Proses mendidik anak dengan metode psikologi



Proses mendidik anak dengan metode psikologi

Ada beberapa gaya-gaya pengasuhan terhadap anak , yaitu :


  • Pengasuhan yang Otoriter  : suatu cara mendidik anak dengan membatasi dan menghukum yang menunut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter  menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara ( bermusyawarah ). Anak-anak yang orang tuanaya otoriter sering kali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakasai kegiatan dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
  • Pengasuhan yang otoritatif : mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif di asosiasikan dengan kopetensi sosial anak-anak.
  • Pengasuhan yang permisif indiferent : suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak tipe pengasuhan ini di asosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri. Anak-anak yang orang tuanya permisif indiferent inkopeten secara sosial mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian dengan baik.
  Pengasuhan yang permissive indulgent : suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batasan atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permissiv e indulgent di asosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali diri. Anak-anak yang orang tuanya permissive indulgent jarang belajar menghormati pada orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka.

Selasa, 28 September 2010

Auguste Comte


BIOGRAFI AUGUSTE COMTE


Auguste Comte

Riwayat Hidup
Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak.
Comte akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya.
Konteks Sosial dan Lingkungan Intelektual
Untuk memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor lingkungan kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap individualis.
Lingkungan intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet. Turgot merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi dalil bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga tahap perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua, gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de Bonald, dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang ditimbulkan revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan masyarakat yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang diterangi semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte dan Positivisme
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat dasar dari suatu organisasi sosial suatu masyarakat sangat tergantung pada pola-pola berfikir yang dominan serta gaya intelektual masyarakat itu. Dalam perspektif Comte, struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang dominan, dan Comte percaya bahwa begitu intelektual dan pengetahuan kita tumbuh maka masyarakat secara otomatis akan ikut bertumbuh pula.
Perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang lainnya selalu mengikuti hukum alam yang empiris sifatnya dan Comte merumuskan ke dalam 3 tahapan yaitu tahap Teologis, Metafisik dan Positif. Dimana dalam tahap teologis dimana pengetahuan absolut mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan dari tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Tahap metafisik mulai ada perubahan bukan kekuatan suoranatural yang menentukan tetapi kekuatan abstrak, hal yang nyata melekat pada semua benda. Dan fase positif, sudah meninggalkan apa-apa yang dipikirkan dalam dua tahap sebelumnya dan lebih memusatkan perhatiannya pada hukum-hukum alam.
Jika ditilik dari penjelasan diatas maka bentuk dari perkembnagan sejarah Auguste Comte sulit untuk dipastikan apak mengikuti alur linier atau mengikuti alur spiral tetapi yang jelas Comte tidak terlalu murni menggunakan kedau alur tersebut, yang pasti ia mengarah pada progresifitas dimana masyarakat positif merupakan cita-cita akhirnya yang sebelum nya harus melalui 2 tahapan dibawahnya, yaitu tahap Teologis dan Metafisik
Artikel ini diambil dari : http://staff.blog.ui.edu/